Senin, 14 Januari 2013

KONFLIK DALAM ORGANISASI

Konflik Dalam Organisasi
Pengertian Konflik
Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik  adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negative.
Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai “bernuansa konflik” ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena nggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas konflik dalam organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, “oposisi” (lawan), “kelangkaan”, dan “blokade”.
Di asumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut
akan mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama. pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi “konflik”.
Bila kita mempersempit lingkungan organisasi maka dua orang pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy A Constantino, dan Chistina Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah: “sebuah proses mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi”. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses.
Berbagai Bentuk Manifestasi Konflik.
Konflik yang terjadi dalam masyarakat atau dalam sebuah organisasi dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk atau cara :
a) Perselisihan (Dispute): bagi kebanyakan orang awam, kata konflik biasanya diasosiasikan dengan “dispute” yaitu “perselisihan” tetapi, dalam konteks ilmu perilaku organisasi, “perselisihan” sebenarnya sudah merupakan salah satu dari banyak bentuk produk dari konflik.Dispute atau perselisihan adalah salah satu produk konflik yang paling mudah terlihat dan dapat berbentuk protes (grievances), tindakan indispliner, keluhan (complaints), unjuk rasa ramai-ramai , tindakan pemaksaan (pemblokiran, penyanderaan, dsb.), tuntutan ataupun masih bersifat ancaman atau pemogokan baik antara fihak internal organisasi ataupun dengan fihak luar adalah tanda-tanda konflik yang tidak terselesaikan.
b) Kompetisi (persaingan) yang tidak sehat. Persaingan sebenarnya tidak sama dengan konflik. Persaingan seperti misalnya dalam pertandingan atletik mengikuti aturan main yang jelas dan ketat. Semua pihak yang bersaing berusaha memperoleh apa yang diinginkan tanpa di jegal oleh pihak lain. Adanya persaingan yang sangat keras dengan wasit yang tegas dan adil, yang dapat menjurus kepada perilaku dan tindakan yang bersifat menjegal yang lain.
c) Sabotase adalah salah satu bentuk produk konflik yang tidak dapat diduga sebelumnya. Sabotase seringkali digunakan dalam permainan politik dalam internal organisasi atau dengan pihak eksternal yang dapat menjebak pihak lain. Misalnya saja satu pihak mengatakan tidak apa-ap, tidak mengeluh, tetapi tiba-tiba mengajukan tuntutan ganti rugi miliaran rupiah melalui pengadilan.
d) Insfisiensi/Produktivitas Yang Rendah. Apa yang terjadi adalah salah satu fihak (biasanya fihak pekerja) dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang berakibat menurunkan produktivitas dengan cara memperlambat kerja (slow-down), mengurangi output, melambatkan pengiriman, dll. Ini adalah salah satu dari bentuk konflik yang tersembunyi (hidden conflic) dimana salah satu fihak menunjukan sikapnya secara tidak terbuka.
e) Penurunan Moril (Low Morale). Penurunan moril dicerminkan dalam menurunnya gairah kerja, meningkatnya tingkat kemangkiran, sakit, penurunan moril adalah juga merupakan salah satu dari produk konflik tersembunyi dalam situasi ini salah satu fihak, biasanya pekerja, merasa takut untuk secara terang-terangan untuk memprotes fihak lain sehingga elakukan tindakan-tindakan tersembunyi pula.
f) Menahan/Menyembunyikan Informasi. Dalam banyak organisasi informasi adalah salah satu sumberdaya yang sangat penting dan identik dengan kekuasaan (power). Dengan demikian maka penahanan/penyembunyian informasi adalah identik dengan kemampuan mengendalikan kekuasaan tersebut. tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya konflik tersembunyi dan ketidak percayaan (distrust).

Macam-Macam Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, salah satunya dari segi pihak yang terlibat dalam konflik. Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

1.      Konflik individu dengan individu
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara individu karyawan dengan individu karyawan lainnya.

2.      Konflik individu dengan kelompok
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kelompok pimpinan.
3.      Konflik kelompok dengan kelompok
Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.
4.      Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
5.      Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
6.      Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
7.      Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.
Sumber-sumber konflik :
  1. Faktor komunikasi (communication factors)
  2. Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi (job structure or organization)
  3. Faktor yang bersifat personal (personal factors)
  4. Faktor lingkungan (environmental factors)
Strategi Penyelesaian Konflik
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1.      Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2.      Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3.      Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4.      Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5.      Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
bisa saya ambil kesimpulan dari tulisan saya diatas bahwa kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.
Sumber:

Hubungan Komunikasi dan Kepemimpinan Dalam Organisasi

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

Pengertian Komunikasi Organisasi

Ø Organisasi adalah suatu kumpulan atau sistem individual yang berhierarki secara jenjang dan memiliki sistem pembagian tugas untuk mencapai tujuan tertentu

Ø DeVito (1997:337), menjelaskan organisasi sebagai suatu kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu

Fungsi Komunikasi dalam Organisasi :

Fungsi informatif
Organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Maksudnya,seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik,dan lebih tepat.

Fungsi regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.

§ Ada dua hal yang berpengaru terhadap fungsi regulatif

Pertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.

Kedua, berkaitan dengan pesan atau message,pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.
fungsi persuasif

Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan lebih suka memersuasi bawahanya dari pada memberi perintah
Fungsi integratif

Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik.


JARINGAN KOMUNIKASI

Jaringan : Saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain.
STRUKTUR JARINGAN KOMUNIKASI
Model Rantai

Metode jaringan komunikasi di sini terdapat lima tingkatan dalam jenjang hirarkisnya dan hanya dikenal komunikasi sistem arus ke atas (upward) dan ke bawah (downward), yang artinya menganut hubungan komunikasi garis langsung (komando) baik ke atas atau ke bawah tanpa terjadinya suatu penyimpangan.
Model Roda

Sistem jaringan komunikasi di sini, semua laporan, instruksi perintah kerja dan kepengawasan terpusat satu orang yang memimpin empat bawahan atau lebih, dan antara bawahan tidak terjadi interaksi (komunikasi sesamanya).
Model Lingkaran

Model jaringan komunikasi lingkaran ini, pada semua anggota/staff bisa terjadi interaksi pada setiap tiga tingkatan hirarkinya tetapi tanpa ada kelanjutannya pada tingkat yang lebih tinggi, dan hanya terbatas pada setiap level.
Model Saluran Bebas/Semua Saluran

Model jaringan komunikasi sistem ini, adalah pengembangan model lingkaran, di mana dari semua tiga level tersebut dapat melakukan interaksi secara timbal balik tanpa menganut siapa yang menjadi tokoh sentralnya.
Model Huruf ‘Y’

Model jaringan komunikasi dalam organisasi di sini, tidak jauh berbeda dengan model rantai, yaitu terdapat empat level jenjang hirarkinya, satu supervisor mempunyai dua bawahan dan dua atasan mungkin yang berbeda divisi/departemen.

ARUS KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
a. Komunikasi ke atas
Merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Misal : dari ketua himpunan ke ketua bidang, atau dari ketua panitia ke para pelaksana.
Komunikasi ini sangat penting untuk mempertahankan dan bagi pertumbuhan organisasi. Muncul manajemen umpan balik yang dapat menumbuhkan semangat kerja bagi anggota organisasi. Adanya perasaan memiliki dan merasa sebagai bagian dari organisasi dari bawahannya.
Masalah yang timbul dalam komunikasi ke atas :
Karena pesan yang mengalir ke atas sering merupakan pesan yang harus didengar oleh hirarki yang lebih tinggi/atasan, para pekerja seringkali enggan menyampaikan pesan yang negatif.
Seringkali pesan yang disampaikan ketas, terutama yang menyangkut ketidakpuasan bawahan, tidak didengar atau ditanggapi oleh manajemen.
Kadang-kadang pesan tidak sampai. Karena disaring oleh penjaga gerbang arus pesan. Atau bisa terjadi lebih baik bertanya pada rekan kerja atau sesama mahasiswa.
Arus ke bawah terlalu besar sehingga tidak ada celah untuk menerima pesan dari bawah.
Hambatan fisik. Biasanya secara fisik pimpinan dengan bawahan berjauhan.

b. Komunikasi ke bawah
Merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Contoh, pesan dari direktur pada sekretaris, dari ketua senat pada bawahannya, dll.
Masalah yang timbul : Manajemen dan bawahan seringkali berbicara dengan bahasa yang berbeda.

c. Komunikasi Lateral
Merupakan arus pesan antar sesama – ketua bidang ke ketua bidang, anggota ke anggota. Pesan semacam ini bergerak di bagian bidang yang sama di dalam organisasi atau mengalir antar bagian.
Masalah yang timbul
Bahasa yang khusus dikembangkan oleh divisi tertentu di dalam organisasi
Merasa bidangnya adalah yang paling penting dalam organisasi

d. Kabar Burung
Jika tiga jenis komunikasi di atas mengikuti pola struktur formal di dalam organisasi, maka yang tergolong kabar burung tidak mengikuti garis formal semacam itu. Sulit melacak sumber asli penyampai pesan.

Kabar burung seringkali dipergunakan apabila:
Ada perubahan besar dalam organisasi
Informasinya baru
Komunikasi tatap muka secara fisik mudah dilakukan
Anggotanya terkelompokan pada bidang-bidang tertentu.


e. Kepadatan Informasi

Banyaknya informasi yang diterima sehingga timbul kesulitan untuk menentukan informasi mana yang dianggap lebih penting untuk disampaikan terlebih dahulu. Mudahnya informasi dapat diterima dan disebarkan membuat para pemberi pesan lupa bahwa informasi yang disampaikan butuh dicerna terlebih dahulu dan itu membutuhkan waktu. Apalagi informasi yang disampaikan oleh atasan lebih banyak mengenai permasalahan daripada pemecahan.




KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI

Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Banyak muncul pengertian-pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan, natara lain :
Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok (1942)
Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial
Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.
Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah.
Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti.



Muncul dua pertanyaan yang menjadi perdebatan mengenai pemimpin,
Apakah seorang pemimpin dilahirkan atau ditempat?
Apakah efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dialihkan dari satu organisasi ke organisasi yang lain oleh seorang pemimpin yang sama?

Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut kita lihat beberapa pendapat berikut :
Pihak yang berpendapat bahwa “pemimpin itu dilahirkan” melihat bahwa seseorang hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinannya.
Kubu yang menyatakan bahwa “pemimpin dibentuk dan ditempa” berpendapat bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dibentuk dan ditempa. Caranya adalah dengan memberikan kesempatan luas kepada yang bersangkutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan kepemimpinan.



Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila :
seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan
bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinannya
ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.



Untuk menjawab pertannyaan kedua dapat dirumuskan dua kategori yang sudah barang tentu harus dikaji lebih jauh lagi:
Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi dengan sendirinya dapat dilaihkan kepada kepemimpinan oleh orang yang sama di organisasi lain
Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi tidak merupakan jaminan keberhasilannya memimpin organisasi lain.

Tipe-tipe Kepemimpinan
Tipe Otokratik

Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif.

Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk :

a. kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka

b. pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.

c. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.



Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:

a. menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya

b. dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya

c. bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi

d. menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan.
Tipe Paternalistik

Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.

Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.
Tipe Kharismatik

Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.
Tipe Laissez Faire

Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :

a. pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif

b. pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.

c. Status quo organisasional tidak terganggu

d. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindah yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.

e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi berada pada tingkat yang minimum.
Tipe Demokratik

a. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.
Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia
Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.



Ciri ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal antara lain :

1. Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis.

2. Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang

3. Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru.

4. Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan seseorang tidak lagi pada kemampuannya melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan dalah yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah.

5. Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata orang-orang yang dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya ingat yang kuat.

6. Kapasitas Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki pandangan holistik mengenai orgainasi.

7. Keterampilan Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampaian informasi dan fungsi pengawasan.

8. Keterampilan Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya dan meningkatkan dedikasinya kepada organisasi.

9. Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.

10. Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebagai bapak dan penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak pada kemampuannya bertindak secara objektif.

11. Pragmatisme, dalam kehidupan organisasional, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut : pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua, menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang diharapkan.

12. Kemampuan Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik organisasional adalah “SWOT”.

13. Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang Penting

14. Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

15. Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib sepenanggungan”, keterikan satu sama lain.

16. Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

17. Keteladanan,s seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam sikap, tindak-tanduk dan perilaku.

18. Menjadi Pendengar yang Baik

19. Adaptabilitas, kepemimpinan selalu bersifat situasional, kondisonal, temporal dan spatial.

20. Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang.

21. Ketegasan

22. Keberanian

23. Orientasi Masa Depan

24. Sikap yang Antisipatif dan Proaktif





KERETAKAN DALAM ORGANISASI

Salah paham dalam menerima dan menafisrkan pesan.
Prosedur hubungan dalam organisasi tidak diikuti dengan benar. Misalnya, arahan dari pihak atasan langsung ke level paling bawah, tanpa mengambil peranan pihak tengah (middle level) dalam organisasi.
Kurangnya komitmen penuh dalam kerja organisasi. Aturan organisasi tidak dipahami dan dihayati pleh anggota organisasi.
Adanya kepentingan pribadi. Organisasi dipergunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Permasalahan yang tidak kunjung selesai, sehingga tidak muncul kondisi organisasi yang nyaman.
Tidak adanya pembagian kerja dan juga pembagian keuntungan yang adil..



Keretakan dalam organisasi dapat menumbuhkan citra negatif, dengan permasalah yang saling terkait, antara lain :

- Keretakan hubungan antara anggota organisasi.

- Perselisihan yang terus berlarut-larut dan suasana organisasi yang muram.

- Wujud sikap mementingkan diri sendiri.

- Produktivitas organisasi merosot.

- Ketidakstabilan organisasi akibat dari retaknya hubungan.

- Penyalahsunaan kekuasaan, mementingkan diri sendiri


PEMIMPIN VISIONER

Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).


Kompetensi Pemimpin Visioner

Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:

1. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”

2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).

3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).

4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.


Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:

1. Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.

2. Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.

3. Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.

4. Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu

5. Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.

6. Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.

7. Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.

8. Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen dan golongan tertentu.

9. Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.

10. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.

Peran Pemimpin Visioner

Burt Nanus (1992), mengungkapkan ada empat peran yang harus dimainkan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinannya, yaitu:
Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di mana seorang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang dari "get-go." Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi, mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan, lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan. Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung pengambilan adalah juga penting lingkungan yang berubah.
Juru bicara (spokesperson). Memperoleh "pesan" ke luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi. Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi-secara internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus "bermanfaat, menarik, dan menumbulkan kegairahan tentang masa depan organisasi."
Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh "pemain" untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah "pencapaian kemenangan," atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih, lebih tepat untuk ditunjuk sebagai "player-coach."

http://permenkared.multiply.com/journal/item/3?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem