Konflik
Dalam Organisasi
Pengertian Konflik
Robbins (1996) dalam “Organization
Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah
suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua
pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik
pengaruh positif maupun pengaruh negative.
Tentu saja ada konflik yang hanya
dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat
terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai
“bernuansa konflik” ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena
nggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya,
setiap kita membahas konflik dalam organisasi kita, konflik selalu
diasosiasikan dengan antara lain, “oposisi” (lawan), “kelangkaan”, dan
“blokade”.
Di asumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut
akan mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama. pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi “konflik”.
Di asumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut
akan mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama. pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi “konflik”.
Bila kita mempersempit lingkungan
organisasi maka dua orang pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy A
Constantino, dan Chistina Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang
lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah: “sebuah proses
mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang
tidak terealisasi”. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik
pada dasarnya adalah sebuah proses.
Berbagai Bentuk Manifestasi Konflik.
Berbagai Bentuk Manifestasi Konflik.
Konflik yang terjadi dalam
masyarakat atau dalam sebuah organisasi dapat bermanifestasi dalam berbagai
bentuk atau cara :
a) Perselisihan (Dispute): bagi
kebanyakan orang awam, kata konflik biasanya diasosiasikan dengan “dispute”
yaitu “perselisihan” tetapi, dalam konteks ilmu perilaku organisasi,
“perselisihan” sebenarnya sudah merupakan salah satu dari banyak bentuk produk
dari konflik.Dispute atau perselisihan adalah salah satu produk konflik yang
paling mudah terlihat dan dapat berbentuk protes (grievances), tindakan
indispliner, keluhan (complaints), unjuk rasa ramai-ramai , tindakan pemaksaan
(pemblokiran, penyanderaan, dsb.), tuntutan ataupun masih bersifat ancaman atau
pemogokan baik antara fihak internal organisasi ataupun dengan fihak luar
adalah tanda-tanda konflik yang tidak terselesaikan.
b) Kompetisi (persaingan) yang tidak
sehat. Persaingan sebenarnya tidak sama dengan konflik. Persaingan seperti
misalnya dalam pertandingan atletik mengikuti aturan main yang jelas dan ketat.
Semua pihak yang bersaing berusaha memperoleh apa yang diinginkan tanpa di
jegal oleh pihak lain. Adanya persaingan yang sangat keras dengan wasit yang
tegas dan adil, yang dapat menjurus kepada perilaku dan tindakan yang bersifat
menjegal yang lain.
c) Sabotase adalah salah satu bentuk
produk konflik yang tidak dapat diduga sebelumnya. Sabotase seringkali
digunakan dalam permainan politik dalam internal organisasi atau dengan pihak
eksternal yang dapat menjebak pihak lain. Misalnya saja satu pihak mengatakan
tidak apa-ap, tidak mengeluh, tetapi tiba-tiba mengajukan tuntutan ganti rugi
miliaran rupiah melalui pengadilan.
d) Insfisiensi/Produktivitas Yang
Rendah. Apa yang terjadi adalah salah satu fihak (biasanya fihak pekerja)
dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang berakibat menurunkan
produktivitas dengan cara memperlambat kerja (slow-down), mengurangi output,
melambatkan pengiriman, dll. Ini adalah salah satu dari bentuk konflik yang
tersembunyi (hidden conflic) dimana salah satu fihak menunjukan sikapnya secara
tidak terbuka.
e) Penurunan Moril (Low Morale).
Penurunan moril dicerminkan dalam menurunnya gairah kerja, meningkatnya tingkat
kemangkiran, sakit, penurunan moril adalah juga merupakan salah satu dari
produk konflik tersembunyi dalam situasi ini salah satu fihak, biasanya
pekerja, merasa takut untuk secara terang-terangan untuk memprotes fihak lain
sehingga elakukan tindakan-tindakan tersembunyi pula.
f) Menahan/Menyembunyikan Informasi.
Dalam banyak organisasi informasi adalah salah satu sumberdaya yang sangat
penting dan identik dengan kekuasaan (power). Dengan demikian maka
penahanan/penyembunyian informasi adalah identik dengan kemampuan mengendalikan
kekuasaan tersebut. tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya konflik
tersembunyi dan ketidak percayaan (distrust).
Macam-Macam Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu
organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, salah satunya dari segi
pihak yang terlibat dalam konflik. Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu :
1.
Konflik individu dengan individu
Konflik
semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan
dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun
antara individu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
2.
Konflik individu dengan kelompok
Konflik
semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun
antara individu karyawan dengan kelompok pimpinan.
3.
Konflik kelompok dengan kelompok
Ini
bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok
pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun
antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.
4.
Perbedaan
individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang
unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda
satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,
tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu
karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
5.
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan
terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan
pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu
yang dapat memicu konflik.
6.
Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian
maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam
hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan
tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang
dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian
dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu
pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu,
misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena
perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang
memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati
sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
7.
Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan
wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan
mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya,
pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi
nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehidupan masyarakat yang telah ada.
Sumber-sumber konflik :
- Faktor komunikasi (communication factors)
- Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi (job structure or organization)
- Faktor yang bersifat personal (personal factors)
- Faktor lingkungan (environmental factors)
Strategi Penyelesaian Konflik
Pendekatan penyelesaian konflik oleh
pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan
tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam
pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1.
Kompetisi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2.
Akomodasi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan
tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3.
Sharing
Suatu
pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok
damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok
berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4.
Kolaborasi
Bentuk
usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan
integrasi dari kedua pihak.
5.
Penghindaran
Menyangkut
ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan
atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
bisa saya ambil kesimpulan dari
tulisan saya diatas bahwa kehadiran konflik dalam suatu
organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik dalam
organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu
pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun
konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik
merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat
berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila
konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka
dapat merugikan kepentingan organisasi.
Sumber: