KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Pengertian Komunikasi Organisasi
Ø Organisasi adalah suatu kumpulan atau sistem individual yang
berhierarki secara jenjang dan memiliki sistem pembagian tugas untuk
mencapai tujuan tertentu
Ø DeVito (1997:337), menjelaskan organisasi sebagai suatu kelompok
individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi :
Fungsi informatif
Organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi.
Maksudnya,seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat
memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik,dan lebih tepat.
Fungsi regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.
§ Ada dua hal yang berpengaru terhadap fungsi regulatif
Pertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu
mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan.
Kedua, berkaitan dengan pesan atau message,pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.
fungsi persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan
selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan
ini, maka banyak pimpinan lebih suka memersuasi bawahanya dari pada
memberi perintah
Fungsi integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik.
JARINGAN KOMUNIKASI
Jaringan : Saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain.
STRUKTUR JARINGAN KOMUNIKASI
Model Rantai
Metode jaringan komunikasi di sini terdapat lima tingkatan dalam jenjang
hirarkisnya dan hanya dikenal komunikasi sistem arus ke atas (upward)
dan ke bawah (downward), yang artinya menganut hubungan komunikasi garis
langsung (komando) baik ke atas atau ke bawah tanpa terjadinya suatu
penyimpangan.
Model Roda
Sistem jaringan komunikasi di sini, semua laporan, instruksi perintah
kerja dan kepengawasan terpusat satu orang yang memimpin empat bawahan
atau lebih, dan antara bawahan tidak terjadi interaksi (komunikasi
sesamanya).
Model Lingkaran
Model jaringan komunikasi lingkaran ini, pada semua anggota/staff bisa
terjadi interaksi pada setiap tiga tingkatan hirarkinya tetapi tanpa ada
kelanjutannya pada tingkat yang lebih tinggi, dan hanya terbatas pada
setiap level.
Model Saluran Bebas/Semua Saluran
Model jaringan komunikasi sistem ini, adalah pengembangan model
lingkaran, di mana dari semua tiga level tersebut dapat melakukan
interaksi secara timbal balik tanpa menganut siapa yang menjadi tokoh
sentralnya.
Model Huruf ‘Y’
Model jaringan komunikasi dalam organisasi di sini, tidak jauh berbeda
dengan model rantai, yaitu terdapat empat level jenjang hirarkinya,
satu supervisor mempunyai dua bawahan dan dua atasan mungkin yang
berbeda divisi/departemen.
ARUS KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
a. Komunikasi ke atas
Merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih rendah ke
tingkat yang lebih tinggi. Misal : dari ketua himpunan ke ketua bidang,
atau dari ketua panitia ke para pelaksana.
Komunikasi ini sangat penting untuk mempertahankan dan bagi pertumbuhan
organisasi. Muncul manajemen umpan balik yang dapat menumbuhkan semangat
kerja bagi anggota organisasi. Adanya perasaan memiliki dan merasa
sebagai bagian dari organisasi dari bawahannya.
Masalah yang timbul dalam komunikasi ke atas :
Karena pesan yang mengalir ke atas sering merupakan pesan yang harus
didengar oleh hirarki yang lebih tinggi/atasan, para pekerja seringkali
enggan menyampaikan pesan yang negatif.
Seringkali pesan yang disampaikan ketas, terutama yang menyangkut
ketidakpuasan bawahan, tidak didengar atau ditanggapi oleh manajemen.
Kadang-kadang pesan tidak sampai. Karena disaring oleh penjaga gerbang
arus pesan. Atau bisa terjadi lebih baik bertanya pada rekan kerja atau
sesama mahasiswa.
Arus ke bawah terlalu besar sehingga tidak ada celah untuk menerima pesan dari bawah.
Hambatan fisik. Biasanya secara fisik pimpinan dengan bawahan berjauhan.
b. Komunikasi ke bawah
Merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih tinggi ke
tingkat yang lebih rendah. Contoh, pesan dari direktur pada sekretaris,
dari ketua senat pada bawahannya, dll.
Masalah yang timbul : Manajemen dan bawahan seringkali berbicara dengan bahasa yang berbeda.
c. Komunikasi Lateral
Merupakan arus pesan antar sesama – ketua bidang ke ketua bidang,
anggota ke anggota. Pesan semacam ini bergerak di bagian bidang yang
sama di dalam organisasi atau mengalir antar bagian.
Masalah yang timbul
Bahasa yang khusus dikembangkan oleh divisi tertentu di dalam organisasi
Merasa bidangnya adalah yang paling penting dalam organisasi
d. Kabar Burung
Jika tiga jenis komunikasi di atas mengikuti pola struktur formal di
dalam organisasi, maka yang tergolong kabar burung tidak mengikuti garis
formal semacam itu. Sulit melacak sumber asli penyampai pesan.
Kabar burung seringkali dipergunakan apabila:
Ada perubahan besar dalam organisasi
Informasinya baru
Komunikasi tatap muka secara fisik mudah dilakukan
Anggotanya terkelompokan pada bidang-bidang tertentu.
e. Kepadatan Informasi
Banyaknya informasi yang diterima sehingga timbul kesulitan untuk
menentukan informasi mana yang dianggap lebih penting untuk disampaikan
terlebih dahulu. Mudahnya informasi dapat diterima dan disebarkan
membuat para pemberi pesan lupa bahwa informasi yang disampaikan butuh
dicerna terlebih dahulu dan itu membutuhkan waktu. Apalagi informasi
yang disampaikan oleh atasan lebih banyak mengenai permasalahan daripada
pemecahan.
KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak
dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Banyak muncul
pengertian-pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan, natara lain :
Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok (1942)
Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial
Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari
kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan
potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield
memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam
kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur
kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan
aktivitas kelompok.
Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain untuk
memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja
sama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan semangat/moral yang
kreatif dan terarah.
Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan bersama
anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti.
Muncul dua pertanyaan yang menjadi perdebatan mengenai pemimpin,
Apakah seorang pemimpin dilahirkan atau ditempat?
Apakah efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dialihkan dari satu
organisasi ke organisasi yang lain oleh seorang pemimpin yang sama?
Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut kita lihat beberapa pendapat berikut :
Pihak yang berpendapat bahwa “pemimpin itu dilahirkan” melihat bahwa
seseorang hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan
dengan bakat-bakat kepemimpinannya.
Kubu yang menyatakan bahwa “pemimpin dibentuk dan ditempa” berpendapat
bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dibentuk dan ditempa.
Caranya adalah dengan memberikan kesempatan luas kepada yang
bersangkutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas
kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan
kepemimpinan.
Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila :
seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan
bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinannya
ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan
dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori
kepemimpinan.
Untuk menjawab pertannyaan kedua dapat dirumuskan dua kategori yang sudah barang tentu harus dikaji lebih jauh lagi:
Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi dengan sendirinya dapat
dilaihkan kepada kepemimpinan oleh orang yang sama di organisasi lain
Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi tidak merupakan jaminan keberhasilannya memimpin organisasi lain.
Tipe-tipe Kepemimpinan
Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik
mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai
karakteritik yang negatif.
Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah
seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan
menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk :
a. kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan
alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian
kurang menghargai harkat dan martabat mereka
b. pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas
tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan
kebutuhan para bawahannya.
c. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:
a. menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
b. dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
c. bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
d. menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan.
Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang
bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri
utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang
ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang
yang dituakan.
Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan
masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini
sangat mengembangkan sikap kebersamaan.
Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang
kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang
khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh
pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang
pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak
pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan
secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.
Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar
dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari
orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan
organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus
ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering
intervensi.
Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :
a. pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
b. pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan
yang lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.
c. Status quo organisasional tidak terganggu
d. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindah
yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang
bersangkutan sendiri.
e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan
perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam
organisasi berada pada tingkat yang minimum.
Tipe Demokratik
a. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku
koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa
sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang
tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.
Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia
Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.
Ciri ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal antara lain :
1. Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang
dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu
berpikir dan bertindak secara generalis.
2. Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang
3. Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu, merupakan suatu
sikap yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa puas dengan
tingkat pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan keinginan untuk
mencari dan menemukan hal-hal baru.
4. Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan seseorang tidak
lagi pada kemampuannya melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis
operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan
kemampuan berpikir yang diperlukan dalah yang integralistik, strategik
dan berorientasi pada pemecahan masalah.
5. Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan
inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata orang-orang yang
dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya ingat
yang kuat.
6. Kapasitas Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki pandangan holistik mengenai orgainasi.
7. Keterampilan Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi
dalam organisasi antara lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi,
fungsi penyampaian informasi dan fungsi pengawasan.
8. Keterampilan Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan kesempatan
untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya
dan meningkatkan dedikasinya kepada organisasi.
9. Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang
semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya
untuk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya
dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan
pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.
10. Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan
sebagai bapak dan penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci
keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak
pada kemampuannya bertindak secara objektif.
11. Pragmatisme, dalam kehidupan organisasional, sikap yang pragmatis
biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut : pertama, kemampuan
menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan
untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang
realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua, menerima kenyataan apabila
dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang diharapkan.
12. Kemampuan Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik organisasional adalah “SWOT”.
13. Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang Penting
14. Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
15. Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib sepenanggungan”, keterikan satu sama lain.
16. Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan
bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi
dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran
organisasi.
17. Keteladanan,s seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam sikap, tindak-tanduk dan perilaku.
18. Menjadi Pendengar yang Baik
19. Adaptabilitas, kepemimpinan selalu bersifat situasional, kondisonal, temporal dan spatial.
20. Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara
bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan
kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup
yang dianut oleh seseorang.
21. Ketegasan
22. Keberanian
23. Orientasi Masa Depan
24. Sikap yang Antisipatif dan Proaktif
KERETAKAN DALAM ORGANISASI
Salah paham dalam menerima dan menafisrkan pesan.
Prosedur hubungan dalam organisasi tidak diikuti dengan benar. Misalnya,
arahan dari pihak atasan langsung ke level paling bawah, tanpa
mengambil peranan pihak tengah (middle level) dalam organisasi.
Kurangnya komitmen penuh dalam kerja organisasi. Aturan organisasi tidak dipahami dan dihayati pleh anggota organisasi.
Adanya kepentingan pribadi. Organisasi dipergunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Permasalahan yang tidak kunjung selesai, sehingga tidak muncul kondisi organisasi yang nyaman.
Tidak adanya pembagian kerja dan juga pembagian keuntungan yang adil..
Keretakan dalam organisasi dapat menumbuhkan citra negatif, dengan permasalah yang saling terkait, antara lain :
- Keretakan hubungan antara anggota organisasi.
- Perselisihan yang terus berlarut-larut dan suasana organisasi yang muram.
- Wujud sikap mementingkan diri sendiri.
- Produktivitas organisasi merosot.
- Ketidakstabilan organisasi akibat dari retaknya hubungan.
- Penyalahsunaan kekuasaan, mementingkan diri sendiri
PEMIMPIN VISIONER
Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk
memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh
para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja
dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana
Kartanegara, 2003).
Kompetensi Pemimpin Visioner
Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner
setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana
dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:
1. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam
organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance,
encouragement, and motivation.”
2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan
memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan
peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully"
dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran
penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).
3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk
dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang
pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk
menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan
mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully
achieved vision).
4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan
"ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah
bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses
kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini
termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna
memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.
Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:
1. Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas
tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan
hal itu akan dapat dicapai.
2. Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di
mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana
posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.
3. Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat
memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya
mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan
teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi rencana.
4. Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan
strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin
visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan potensial
dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu
5. Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner
berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan
isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t
broke, BREAK IT!”.
6. Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.
7. Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara
menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan
segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh
organisasi.
8. Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam
rangka mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang
harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari
peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen dan
golongan tertentu.
9. Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan
teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis
pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin
visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif, sehingga
mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang
untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat
memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan
imajinasi.
10. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan
adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan.
Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau tidak
diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang
dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.
Peran Pemimpin Visioner
Burt Nanus (1992), mengungkapkan ada empat peran yang harus dimainkan
oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinannya, yaitu:
Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di mana
seorang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau
target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan
melibatkan orang-orang dari "get-go." Hal ini bagi para ahli dalam studi
dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan. Sebagai
penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi, mengkomunikasikannya,
memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang
dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada
seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran penting
kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan,
lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan
perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung
secara dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu
saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya
perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang efektif harus
secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan
tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin
bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa
yang dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling
penting masa depan. Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung
pengambilan adalah juga penting lingkungan yang berubah.
Juru bicara (spokesperson). Memperoleh "pesan" ke luar, dan juga
berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari
memimpikan masa depan suatu organisasi. Seorang pemimpin efektif adalah
juga seseorang yang mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi
tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi masa
depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan
suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri dan
menyentuh visi organisasi-secara internal dan secara eksternal. Visi
yang disampaikan harus "bermanfaat, menarik, dan menumbulkan kegairahan
tentang masa depan organisasi."
Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih
yang baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan
kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin
mengoptimalkan kemampuan seluruh "pemain" untuk bekerja sama,
mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah "pencapaian
kemenangan," atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin,
sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi
dengan pengarahan, memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara
pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. Dalam
beberapa kasus, hal tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai
pelatih, lebih tepat untuk ditunjuk sebagai "player-coach."
http://permenkared.multiply.com/journal/item/3?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem